Selasa, 29 Oktober 2013

Cerita Tiga Wanita Syiah yang Kembali Memeluk Islam

Dari status fb
Islamic Centre Bin Baz

Ya Allah, kepada-Mu kami berlindung, kepada-Mu kami memohon pertolongan dan kepada-Mu kami bertawakkal. Engkaulah Yang Memulai dan Mengulangi, Ya Allah kami berlindung dari kejahatan perbuatan kami dan minta tolong kepada-Mu untuk selalu menaati-Mu, dan kepada-Mu lah kami bertawakkal atas setiap urusan kami.
Semenjak lahir, yang kutahu dari akidahku hanyalah ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Ahlul bait. Kami dahulu memohon pertolongan kepada mereka, bersumpah atas nama mereka dan kembali kepada mereka tiap menghadapi bencana. Aku dan kedua saudariku telah benar-benar meresapi akidah ini sejak kanak-kanak.
Kami memang berasal dari keluarga syi’ah asli. Kami tidak mengenal tentang mazhab ahlussunnah wal jama’ah kecuali bahwa mereka adalah musuh-musuh ahlulbait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Mereka lah yang merampas kekhalifahan dari tangan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan merekalah yang membunuh Husain.
Akidah ini semakin tertanam kuat dalam diri kami lewat hari-hari “Tahrim”, yaitu hari berkabung atas ahlul bait, demikian pula apa yang diucapkan oleh syaikh kami dalam perayaan Husainiyyah dan kaset-kaset ratapan yang memenuhi laciku.
Aku tak mengetahui tentang akidah mereka (ahlussunnah) sedikitpun. Semua yang kuketahui tentang mereka hanyalah bahwa mereka orang-orang munafik yang ingin menyudutkan ahlul bait yang mulia.
Faktor-faktor di atas sudah cukup untuk menyebabkan timbulnya kebencian yang mendalam terhadap penganut mazhab itu, mazhab ahlussunnah wal jama’ah.
Benar… Aku membenci mereka sebesar kecintaanku kepada para Imam. Aku membenci mereka sesuai dengan anggapan syi’ah sebagai pihak yang terzhalimi.
Keterkejutan pertama
Ketika itu aku sedang dudukdi sekolah dasar. Di sekolah aku mendengar penjelasan Bu Guru tentang mata pelajaran tauhid. Beliau berbicara tentang syirik, dan mengatakan bahwa menyeru selain Allah termasuk bentuk menyekutukan Allah. Contohnya seperti ketika seseorang berkata dalam doanya: “Hai Fulan, selamatkan aku dari bencana… tolonglah aku” lanjut Bu Guru. Maka kukatakan kepadanya: Bu, kami mengatakan “Ya Ali”, apakah itu juga termasuk syirik? Sejenak kulihat beliau terdiam… seluruh murid di sekolahku, dan sebagian besar guru-gurunya memang menganut mazhab syi’ah… kemudian Bu Guru berkata dengan nada yakin: “Iya, itu syirik” kemudian langsung melontarkan sebuah pertanyaan kepadaku:
“Bukankah doa adalah ibadah?”
“Tidak tahu,”jawabku.
“Coba perhatikan, apa yang Allah katakan tentang doa berikut,” lanjutnya seraya membaca firman Allah:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺑُّﻜُﻢُ ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (Ghaafir: 60).
“Bukankah dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa berdoa adalah ibadah, lalu mengancam orang yang enggan dan takabbur terhadap ibadah tersebut dengan Neraka?” tanyanya.
Setelah mendengar pertanyaan tersebut, aku merasakan suatu kejanggalan… aku merasa kecewa… segudang perasaan menggelayuti benakku tanpa bisa kuungkapkan. Saat itu aku berangan-angan andaikan aku tak pernah menanyakan hal itu kepadanya. Lalu kutatap dia untuk kedua kalinya… ia tetap tegar laksana gunung.
Waktu pulang kutunggu dengan penuh kesabaran, Aku berharap barangkali ayah dapat memberi solusiatas permasalahanku ini… maka sepulangku dari sekolah, kutanya ayahku tentang apa yang dikatakan oleh Bu Guru tadi.
Ayah serta merta mengatakan bahwa Bu Guru itu termasuk yang membenci Imam Ali. Ia mengatakan bahwa kami tidaklah menyembah Amirul Mukminin, kami tidak mengatakan bahwa dia adalah Allah sehingga Gurumu bisa menuduh kami telah berbuat syirik… jelas ayah.
Sebenarnya aku tidak puas dengan jawaban ayahku, sebab Bu Guru berdalil dengan firman Allah. Ayah lalu berusaha menjelaskan kepadaku kesalahan mazhab sunni hingga kebencianku semakin bertambah, dan aku semakin yakin akan batilnya mazhab mereka.
Aku pun tetap memegangi mazhabku, mazhab syi’ah; hingga adik perempuanku melanjutkan karirnya sebagai pegawai di Departemen Kesehatan.
Sekarang, biarlah adikku yang melanjutkan ceritanya…
Setelah masuk ke dunia kerja, aku berkenalan dengan seorang akhwat ahlussunnah wal jama’ah. Ia seorang akhwat yang multazimah (taat) dan berakhlak mulia. Ia disukai oleh semua golongan, baik sunni maupun syi’ah. Aku pun demikian mencintainya, dan berangan-angan andai saja dia bermazhab syi’ah.
Saking cintanya, aku sampai berusaha agar jam kerjaku bertepatan dengan jam kerjanya, dan aku sering kali bicara lewat telepon dengannya usai jam kerja.
Ibu dan saudara-saudaraku tahu betapa erat kaitanku dengannya, sebab itu aku tak pernah berterus terang kepada mereka tentang akidah sahabatku ini, namun kukatakan kepada mereka bahwa dia seorang syi’ah, tak lain agar mereka tidak mengganggu hubunganku dengannya.
Permulaan Hidayah
Hari ini, aku dan sahabatku berada pada shift yang sama. Kutanya dia: “Mengapa di sana ada sunni dan syi’ah, dan mengapa terjadi perpecahan ini?” Ia pun menjawab dengan lembut:
“Ukhti, sebelumnya maafkan aku atas apa yang akan kuucapkan… sebenarnya kalianlah yang memisahkan diri dari agama, kalian yang memisahkan diri dari Al Qur’an dan kalian yang memisahkan diri dari tauhid!!”
Kata-katanya terdengar laksana halilintar yang menembus hati dan pikiranku. Aku memang orang yang paling sedikit mempelajari mazhab di antara saudari-saudariku. Ia kemudian berkata:
“Tahukah kamu bahwa ulama-ulama kalian meyakini bahwa Al Qur’an telah diubah-ubah, meyakini bahwa segala sesuatu ada di tangan Imam, mereka menyekutukan Allah, dan seterusnya…?” sembari menyebut sejumlah masalah yang kuharap agar ia diam karena aku tidak mempercayai semua itu.
Menjelang berakhirnya jam kerja, sahabatku mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya seraya mengatakan bahwa itu adalah tulisan saudaranya, berkenaan dengan haramnya berdoa kepada selain Allah. Kuambil lembaran-lembaran tersebut, dan dalam perjalanan pulang aku meraba-rabanya sambil merenungkan ucapan sahabatku tadi.
Aku masuk ke rumah dan kukunci pintu kamarku. Lalu mulailah kubaca tulisan tersebut. Memang, hal ini menarik perhatianku dan membuatku sering merenungkannya.
Pada hari berikutnya, sahabatku memberiku sebuah buku berjudul “Lillaah, tsumma littaariekh” (Karena Allah, kemudian karena sejarah). Sumpah demi Allah, berulang kali aku tersentak membaca apa yang tertulis di dalamnya. Inikah agama kita orang syi’ah? Inikah keyakinan kita?!!
Sahabatku pun semakin akrab kepadaku. Ia menjelaskan hakikat banyak hal kepadaku. Ia mengatakan bahwa ahlussunnah mencintai Amirul Mukminin dan keluarganya.
Benar… aku pun beralih menganut mazhab ahlussunnah tanpa diketahui oleh seorang pun dari keluargaku. Sahabatku ini selalu menghubungiku lewat telepon. Bahkan saking seringnya, ia sempat berkenalan dengan kakak perempuanku.
Sekarang, biarlah kakakku yang melanjutkan ceritanya…
Aku mulai berkenalan dengan akhwat yang baik ini. Sungguh demi Allah, aku jadi cinta kepadanya karena demikian sering mendengar cerita adikku tentangnya. Maka begitu mendengar langsung kata-katanya, aku semakin cinta kepadanya.
Permulaan Hidayah
Hari itu, aku sedang membersihkan rumah dan adikku sedang bekerja di kantor. Aku menemukan sebuah buku bergambar yang berjudul: “Lillaah, tsumma littaariekh”.
Aku pun membukanya lalu membacanya… sungguh demi Allah, belum genap sepuluhhalaman, aku merasa lemas dan tak sanggup merampungkan tugasku membersihkan rumah. Coba bayangkan, dalam sekejap, akidah yang ditanamkan kepadaku selama lebih dari 20 tahun hancur lebur seketika.
Aku menunggu-nunggu kembalinya adikku dari kantornya. Lalu kutanya dia: “Buku apa ini?”
“Itu pemberian salah seorang suster di rumah sakit”, jawabnya.
“Kau sudah membacanya?” tanyaku.
“Iya, aku sudah membacanya dan aku yakin bahwa mazhab kita keliru”, jawabnya.
“Bagaimana denganmu?” tanyanya.
“Baru beberapa halaman” jawabku.
“Bagaimana pendapatmu tentangnya?” tukasnya.
“Kurasa ini semua dusta, sebab kalau benar berarti kita betul-betul sesat dong”, sahutku.
“Mengapa tidak kita tanyakan saja isinya kepada Syaikh?” pintaku.
“Wah, ide bagus” katanya.
Buku itu lantas kukirimkan kepada Syaikh melalui adik laki-lakiku. Kuminta agar ia menanyakan kepada Syaikh apakah yang tertulis di dalamnya benar, ataukah sekedar kebohongan dan omong kosong?
Adikku mendatangi Syaikh tersebut dan memberinya buku itu. Maka Syaikh bertanya kepadanya: “Dari mana kau dapat buku ini?”
“Itu pemberian salah seorang suster kepada kakakku,” jawabnya.
“Biarlah kubaca dulu,” kata Syaikh, sembari aku berharap dalam hati agar kelak ia mengatakan bahwa semuanya merupakan kebohongan atas kaum syi’ah. Akan tetapi, jauh panggang dari api! Kebatilan pastilah akan sirna.
Aku terus menunggu jawaban dari Syaikh selama sepuluhhari. Harapanku tetap sama, barang kali aku mendapatkan sesuatu darinya yang melegakan hati.
Namun selama sepuluhhari tadi, aku telah mengalami banyak perubahan. Kini sahabat adikku sering berbicara panjang lebar denganku lewat telepon, bahkan ia seakan lupa kalau mulanya ia ingin bicara dengan adikku. Kami bicara panjang lebar tentang berabagai masalah.
Pernah suatu ketika ia menanyaiku: “Apa kau puas dengan apa yang kita amalkan sebagai orang syi’ah selama ini?”. Aku mengira bahwa dia adalah syi’ah, dan dia tahu akan hal itu…
“Kurasa apa kita berada di atas jalan yang benar,” jawabku.
“Lalu apa pendapatmu terhadap buku milik adikmu?” tukasnya. Akupun terdiam sejenak… lalu kataku:
“Buku itu telah kuberikan ke salah seorang Syaikh agar ia menjelaskan hakikat buku itu sebenarnya”.
“Kurasa ia takkan memberimu jawaban yang bermanfaat, aku telah membacanya sebelummu berulang kali dan kuselidikikebenaran isinya… ternyata apa yang dikandungnya memang sebuah kebenaran yang pahit”, jelasnya.
“Aku pun menjadi yakin bahwa apa yang kita yakini selama ini adalah batil” lanjutnya.
Kami terus berbincang lewat telepon dan sebagian besar perbincangan itu mengenai masalah tauhid, ibadah kepada Allah dan kepercayaan kaum syi’ah yang keliru. Tiap hari bersamaan dengan kepulangan adikku dari kantor, ia menitipkan beberapa lembar brosur tentang akidah syi’ah, dan selama itu aku berada dalam kebingungan.
Aku teringat kembali akan perkataan Bu Guru yang selama ini terlupakan. Kuutus adik lelakikuuntuk menemui Syaikh dan meminta kembali kitab tersebut beserta bantahannya. Akan tetapi sumpah demi Allah, lagi-lagi Syaikh ini mengelak untuk bertemu dengan adikku. Padahal sebelumnya ia selalu mencari adikku, dan kini adikku yang justru menelponnya. Namun keluarga Syaikh mengatakan bahwa dia tidak ada, dan ketika adikku bertemu dengannya dalam acara Husainiyyah (Ritual kaum Syi’ah dalam rangka memperingati syahidnya Imam Husain bin Ali) dan menanyakan kitab tersebut; Syaikh hanya mengatakan: “Nanti”, demikian seterusnya selama dua bulan.
Selama itu, hubunganku dengan sahabat adikku lewat telepon semakin sering, dan di sela-selanya ia menjelaskan kepadaku bahwa dirinya seorang sunni, alias ahlussunnah wal jama’ah. Dia berkata kepadaku:
“Jujur saja, apa yang membuat kalian membenci Ahlussunnah wal Jama’ah?”
Aku sempat ragu sejenak, namun kujawab: “Karena kebencian mereka terhadap Ahlulbait”.
“Hai Ukhti, Ahlussunnah justru mencintai mereka,” jawabnya.
Kemudian ia menerangkan panjang lebar tentang kecintaan Ahlussunnah terhadap seluruh keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, beda dengan Syi’ah Rafidhah yang justeru membenci sebagian ahlul bait seperti istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Benar, kini aku tahu tentang akidah Ahlussunnah wa Jama’ah dan aku mulai mencintai akidah yang sesuai dengan fitrah dan jauh dari sikap ghuluw (ekstrim)… jauh dari syirik… dan jauh dari kedustaan.
Kebenaran yang sesungguhnya mulai tampak bagiku, dan aku pun bingung apakah aku harus meninggalkan agama nenek moyang dan keluargaku? Ataukah meninggalkan agama yang murni, ridha Allah dan Jannah-Nya?
Ya, akhirnya kupilih yang kedua dan aku menjadi seorang ahlussunnah wal jama’ah. Aku kemudian menghubungi akhwat yang shalihah tadi dan kunyatakan kepadanya bahwa hari ini aku ‘terlahir kembali’.
Aku seorang sunni, alias Ahlussunnah wal Jama’ah.
Akhwat tersebut mengucapkan takbir lewat telepon, maka seketika itu meleleh lah air mataku… air mata yang membersihkan sanubari dari peninggalan akidah syi’ah yang sarat dengan syirik, bid’ah dan khurafat…
Demikianlah… dan tak lama setelah kami mendapat hidayah, adik kami yang paling kecil serta salah seorang sahabatku juga mendapat hidayah atas karunia Allah.
(Saudari-saudari kalian yang telah bertaubat)

http://www.nabawia.com/read/1991/cerita-tiga-wanita-syiah-yang-kembali-memeluk-islam

Rabu, 16 Oktober 2013

mengidentifikasi Riya hati

Berikut ini beberapa pertanyaan yang membantu kita –baik para pembaca sekalian maupun si penulis sendiri- untuk mengetahui jauh dekatnya diri kita dari keikhlasan, demikian untuk mengetahui juga parah tidaknya penyakit riyaa' yang telah menjangkiti kita. Dan diharapkan pertanyaan-pert
anyaan berikut dijawab dengan jujur dan teliti.
Pertama : Apakah engkau senantiasa berhenti sejenak sebelum beramal apapun (baik sebelum sholat, sebelum berdakwah, sebelum menulis sebuah tulisan ilmiyah, sebelum menulis status maupun catatan, atau memberi komentar di facebook, dll) untuk mengecek apakah niatku sudah benar ikhlas karena Allah atau tidak?? (Selalu – sering – terkadang –jarang – hampir tidak pernah)
Untuk menjawab pertanyaan ini ada sebaiknya kita merenungkan atsar berikut ini :
Ada orang yang berkata kepada Naafi' bin Jubair rahimahullah, ﺃَﻻَ ﺗَﺸْﻬَﺪُ ﺟَﻨَﺎﺯَﺓً؟ , "Apakah engkau tidak menghadiri janazah?" maka beliaupun berkata, ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺣَﺘَّﻰ ﺃﻧْﻮِﻱَ "Tetaplah di tempatmu hingga aku berniat". Beliaupunberfikir sejenak lantas beliau berkata, "Mari kita jalan" (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam 29).
Kedua : Apakah engkau senantiasa berusaha menjadikan kecintaan dan kebencian pada seseorang adalah karena Allah bukan karena perkara dunia apapun? (Selalu –sering –terkadang –jarang –hampir tidak pernah)
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita renungkan yang berikut ini :
Kita semua mengetahui akan keutamaan cinta dan benci karena Allah. Betapa indahnya tatkala kita mengucapkan kepada saudara kita Uhibbuka fillah (Aku mencintaimu karena Allah), lantas saudara kita menjawab Ahabbakallahu aldzii ahbatnii fiih (Semoga Allah –yang engkau mencintaiku karenaNya- juga mencintaimu). Kita semua sudah mengetahui sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
ﺃَﻭْﺛَﻖُ ﻋُﺮَﻯ ﺍﻹِﻳْﻤَﺎﻥِ ﺍﻟْﻤُﻮَﺍﻻَﺓُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻌَﺎﺩَﺍﺓُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﺤُﺐُّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭِﺍﻟْﺒُﻐْﺾُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ
"Tali keimanan yang paling kuat adalah berwalaa' karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah" (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 998)
Bukankah kita tahu bahwasanya yang hanya boleh dibenci secara mutlak seratus persen hanyalah orang kafir, sedangkan seorang muslim yang bercampur pada dirinya maksiat dan ketaatan maka tidak boleh kita membencinya secara total. Demikian juga seorang muslim yang tercampur pada dirinya sunnah dan bid'ah maka tidak boleh kita membencinya secara total. Akan tetapi kita mencintainya sesuai dengan kadar ketaatan dan sunnah yang dilakukannya dan kita membencinya sesuai dengan kadar maksiat dan bid'ah yang dilakukannya. (lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah dalam Majmuu' Al-Fataawaa) Inilah penerapan yang benar dari kaidah Al-Walaa wal Baroo'.
Namun sering kita dapati :
- Ternyata terkadang kita sangat membenci saudara kita yang menyelisihi kita dalam beberapa perkara, padahal perkara-perkara tersebut merupakan perkara khilafiah ijtihadiah
- Terkadang kita membenci saudara kita secara total padahal saudara kita tersebut hanya terjerumus dalam sebuah bid'ah dan kita telah mengetahui semangatnya dalam melaksanakan sunnah dan ketaatan kepada Allah.
-Ketiga : Apakah engkau senantiasa bergembira tatkala ada orang lain (dari manapun juga dia, dan dari pondok atau yayasan atau lulusan manapun) yang ikut menyebarkan dakwah Ahlus Sunnah wal Jama'ah? (selalu – sering – terkadang – jarang – hampir tidak pernah).
Suatu penyakit yang sering menimpa seorang da'i tatkala datang seorang da'i yang lain yang lebih berilmu atau lebih pandai berceramah bahkan lebih disukai oleh para pendengar atau pemirsa. Terkadang seseorang berdakwah selama bertahun-tahun dan berhasil mengumpulkan banyak pengikut, dan selama itu ia merasa bahwa dirinya telah ikhlas dalam berdakwah. Namun kebenaran keikhlasannya teruji tatkala datang seorang da'i yang lebih piawai daripada dirinya. Di sinilah akan nampak apakah ia ikhlas ataukah tidak. Jika dia ikhlas tentunya ia akan sangat bergembira karena ada dai yang lain yang membantunya dalam menyebarkan dakwah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, terlebih lagi akan bertambah kegembiraannya tatkala ia tahu bahwasanya dai tersebut sangat pandai dalam berdakwah.
Akan tetapi jika ternyata selama ini dakwah yang ia bangun bukan di atas keikhlasan maka yang timbul adalah rasa hasad dan dengki yang amat sangat terhadap dai tersebut.
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, "Orang yang berdakwah kepada selain Allah terkadang berdakwah kepada dirinya sendiri, ia berdakwah kepada al-haq (kebenaran) agar ia diagungkan di hadapan masyarakat dan dihormati" (Al-Qoul Al-Mufiid 1/126) Beliau juga berkata, "Banyak orang yang kalau berdakwah kepada kebenaran mereka berdakwah kepada diri mereka sendiri" (Al-Qoul Al-Mufiid 1/136)
Cukuplah bagi kita kisah berharga yang pernah di alami oleh Al-Imam Al-Bukhari, dimana beliau ditahdzir dan dihajr oleh gurunya sendiri karena hasad (sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim dalam As-Sowaa'iq Al-Mursalah dan juga Ibnu Hajr dalam Hadyu As-Saari). Padahal sebelum kedatangan Imam Al-Bukhari maka gurunya tersebut banyak memuji beliau dan menganjurkan murid-muridnya untuk menghadiri majelis Imam Al-Bukhari. Namun tatkala majelis Imam Al-Bukhari ternyata dihadiri banyak orang maka timbullah hasad dalam diri sang guru tersebut.
-Keempat : Apakah engkau senantiasa mengecek niatmu di tengah amalmu? (selalu – sering –terkadang – jarang – hampir tidak pernah)
Kita harus menyadari bahwasanya meraih keikhlasan adalah perkara yang sulit, akan tetapi lebih sulit lagi adalah menjaga keikhlasan tersebut. Ada dua bentuk menjaga kelanggengan keikhlasan
- Menjaga keikhlasan agar tetap langgeng pada amalan-amalan berikutnya.
- Menjaga keikhlasan tatkala sedang beramal. Yaitu sebagaimana kita ikhlas tatkala memulai amalan (di awal amalan) demikian juga kita berusaha menjaga keikhlasan tersebut tatkala melakukan amalan.
Sufyan At-Tsauri pernah berkata,
ﻣَﺎ ﻋَﺎﻟَﺠْﺖُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺃَﺷَﺪَّ ﻋَﻠَﻲَّ ﻣِﻦْ ﻧِﻴَّﺘِﻲ ﻷَﻧَّﻬَﺎ ﺗَﺘَﻘَﻠَّﺐُ ﻋَﻠَﻲَّ
"Tidak pernah aku meluruskan sesuatu lebih berat dari meluruskan niatku, karena niatku selalu berbolak-balik padaku" (jaami'ul 'Uluum wal Hikam 29)
Sungguh benar perkataan Sufyan, niat selalu berbolak-balik dan berubah-ubah. Sulaiman bin Dawud Al-Haasyimi berkata,
ﺭُﺑَّﻤَﺎ ﺃُﺣَﺪِّﺙُ ﺑِﺤَﺪِﻳْﺚٍ ﻭَﻟِﻲَ ﻓِﻴﻪِ ﻧِﻴَّﺔٌ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺗَﻴْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻌْﻀِﻪِ ﺗَﻐَﻴَّﺮَﺕْ ﻧِﻴَّﺘِﻲ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚُ ﺍﻟْﻮَﺍﺣِﺪُ ﻳَﺤْﺘَﺎﺝُ ﺇِﻟَﻰ ﻧِﻴَّﺎﺕٍ
"Terkadang aku menyampaikan sebuah hadits dan aku memiliki niat yang benar dalam menyampaikan hadits tersebut. Maka tatkala aku menyampaikan sepenggal dari hadits tersebut berubahlah niatku. Ternyata untuk menyampaikan satu hadits membutuhkan banyak niat" (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam 41)
-Kelima : Apakah engkau selalu berusaha menyembunyikan segala amalan sholehmu? (selalu – sering – terkadang – jarang – hampir tidak pernah)
Menyembunyikan amalan merupakan perkara yang sulit sekali, karena memang hati kita berusaha dan gembira tatkala ada orang yang mengetahui amalan sholeh kita, sehingga orang tersebut akan tahu kedudukan kita. Akan tetapi barangsiapa yang berusaha untuk menyembunyikan amalan sholehnya serta membiasakan dirinya dengan hal itu maka akan dimudahkan oleh Allah. Para salaf dahulu berusaha untuk menyembunyikan amalan mereka.
-Keenam : Apakah engkau selalu tidak terpengaruh dengan pujian dan celaan masyarakat, karena yang engkau perhatikan hanyalah penilaian Allah dan bukan penilaian manusia? (Selalu – sering –terkadang – jarang – hampir tidak pernah)
Inilah hakekat inti dari keikhlasan, yaitu seseorang hanya menyibukan hatinya untuk mengetahui bagaimana penilaian Allah terhadap amal sholeh yang ia kerjakan, dan tidak peduli dengan penilaian masyarakat. Sungguh ini merupakan perkara yang sulit dan butuh perjuangan yang sangat berat untuk bisa mencapai hal ini. Oleh karenanya di antara definisi ikhlas adalah :
ﻧِﺴْﻴَﺎﻥُ ﺭُﺅْﻳَﺔِ ﺍﻟْﺨَﻠْﻖِ ﺑِﺪَﻭَﺍﻡِ ﺍﻟﻨَّﻈْﺮِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﻖِ
"Melupakan pandangan makhluq (manusia) dengan selalu memandang kepada Maha Pencipta" (Tazkiyatun Nafs 13)
Pertanyaan-pertanyaan di atas hanyalah sebagai renungan bagi kita semua, yang mungkin selama ini di antara kita ada yang telah merasa ikhlas dan terlepas dari riyaa' maka hendaknya kita bermuhasabah dengan pertanyaan-pertanyaan di atas.
...potongan status fb abu nida
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10200598304232039&id=1592437631&refid=7&m_sess=c2VzczoxNjc0OTUwMTU3Ojk6Mk1hMHR3Z3IyY3FLUXc6MjoxMzgxOTgxNzE0OjUwNjM&_ft_=qid.5935598238984543136%3Amf_story_key.-5313619366409881684

Minggu, 13 Oktober 2013

Kisah penyejuk buat org yg diderita penyakit..


::: Kisah Seorang Putri Sholihah yang Menakjubkan :::

Kisah seorang wanita yang bernama 'Abiir yang sedang dilanda penyakit kanker. Ia mengirimkan sebuah surat berisi kisahnya ke acara keluarga mingguan "Buyuut Muthma'innah" (rumah idaman) di Radio Qur'an Arab Saudi, lalu menuturkan kisahnya yang membuat para pendengar tidak kuasa menahan air mata mereka.
Kisah yang sangat menyedihkan ini dibacakan di salah satu hari dari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan lalu (tahun 2011). Berikut ini kisahnya –sebagaimana dituturkan kembali oleh sang pembawa acara DR Adil Alu Abdul Jabbaar- :

Ia adalah seorang wanita yang sangat cantik jelita dan mengagumkan, bahkan mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kecantikannya merupakan tanda kebesaran Allah. Setiap lelaki yang disekitarnya berangan-angan untuk memperistrikannya atau menjadikannya sebagai menantu putra-putranya. Hal ini jelas dari pembicaraan 'Abiir tatkala bercerita tentang dirinya dalam acara Radio Qur'an Saudi "Buyuut Muthma'innah". Ia bertutur tentang dirinya:"Umurku sekarang 28 tahun, seorang wanita yang cantik dan kaya raya, ibu seorang putri yang berumur 9 tahun yang bernama Mayaa'. Kalian telah berbincang-bincang tentang penyakit kanker, maka izinkanlah aku untuk menceritakan kepada kalian tentang kisahku yang menyedihkan….dan bagaimana kondisiku dalam menghadapi pedihnya kankerku dan sakitnya yang berkepanjangan, dan perjuangan keras dalam menghadapinya. Bahkan sampai-sampai aku menangis akibat keluhan rasa sakit dan kepayahan yang aku rasakan.
Aku tidak akan lupa saat-saat dimana aku harus menggunakan obat-obat kimia, terutama tatkala pertama kali aku mengkonsumsinya karena kawatir dengan efek/dampak buruk yang timbul…akan tetapi aku sabar menghadapinya..meskipun hatiku teriris-iris karena gelisah dan rasa takut. Setelah beberapa lama mengkonsumsi obat-obatan kimia tersebut mulailah rambutku berguguran…rambut yang sangat indah yang dikenal oleh orang yang dekat maupun yang jauh dariku. Sungguh…rambutku yang indah tersebut merupakan mahkota yang selalu aku kenakan di atas kepalaku. Akan tetapi penyakit kankerlah yang menggugurkan mahkotaku…helai demi helai berguguran di depan kedua mataku.
Pada suatu malam datanglah Mayaa' putriku lalu duduk di sampingku. Ia membawa sedikit manisan (kue). Kamipun mulai menyaksikan sebuah acara di salah satu stasiun televisi, lalu iapun mematikan televisi, lalu memandang kepadaku dan berkata, "Mama…engkau dalam keadaan baik..??". Aku menjawab, "Iya". Lalu putriku memegang uraian rambutku…ternyata uraian rambut itupun berguguran di tangan putriku. Iapun mengelus-negelus rambutku ternyata berguguran beberapa helai rambutku di hadapannya. Lalu aku berkata kepada putriku, "Bagaimana menurutmu dengan kondisiku ini wahai Mayaa'..?", iapun menangis. Lalu iapun mengusap air matanya dengan kedua tangannya, seraya berkata, "Wahai mama…rambutmu yang gugur ini adalah amalan-amalan kebaikan", lalu iapun mulai mengumpulkan rambut-rambutku yang berguguran tadi dan meletakkannya di secarik tisu. Akupun menangis melihatnya hingga teriris-iris hatiku karena tangisanku, lalu aku memeluknya di dadaku, dan aku berdoa kepada Allah agar menyembuhkan aku dan memanjangkan umurku demi Mayaa' putriku ini, dan agar aku tidak meninggal karena penyakitku ini, dan agar Allah menyabarkan aku menahan pedihnya penyakitku ini….
Keeseokan harinya akupun meminta kepada suamiku alat cukur, lalu akupun mencukur seluruh rambutku di kamar mandi tanpa diketahui oleh seorangpun, agar aku tidak lagi sedih melihat rambutku yang selalu berguguran… di ruang tamu…, di dapur…di tempat duduk…di tempat tidur…di mobil…tidak ada tempat yang selamat dari bergugurnya rambutku.Setelah itu akupun selalu memakai penutup kepala di rumah, akan tetapi Mayaa putriku mengeluhkan akan hal itu lalu melepaskan penutup kepalaku. Iapun terperanjak melihat rambutku yang tercukur habis. Ia berkata, "Mama..kenapa engkau melakukan ini ?!, apakah engkau lupa bahwa aku telah berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu, dan agar rambutmu tidak berguguran lagi?!. Tidakkah engkau tahu bahwasanya Allah akan mengabulkan doaku…Allah akan menjawab permintaanku…!!, Allah tidak menolak permintaanku…!!. Aku telah berdoa untukmu mama dalam sujudku agar Allah mengembalikan rambutmu lebih indah lagi dari sebelumnya…lebih banyak dan lebih cantik. Mama…sudah sebulan aku tidak membeli sarapan pagi di sekolah dengan uang jajanku, aku selalu menyedekahkan uang jajanku untuk para pembantu yang miskin di sekolah, dan aku meminta kepada mereka untuk mendoakanmu. Mama…tidakkah engkau tahu bahwasanya aku telah meminta kepada sahabatku Manaal agar meminta neneknya yang baik untuk mendoakan kesembuhanmu??. Mamaa…aku cinta kepada Allah…dan Dia akan mengabulkan doaku dan tidak akan menolak permintaanku…dan Dia akan segera menyembuhkanmu"
Mendengar tuturan putriku akupun tidak kuasa untuk menahan air mataku…begitu yakinnya ia…, begitu kuat dan berani jiwanya…lalu akupun memeluknya sambil menangis…".Putriku lalu duduk bertelekan kedua lututnya menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya berdoa agar Allah menyembuhkanku sambil menangis. Ia menoleh kepadaku dan berkata, "Mama..hari ini adalah hari jum'at, dan saat ini adalah waktu mustajaab (terkabulnya doa)…aku berdoa untuk kesembuhanmu. Ustadzah Nuuroh hari ini mengabarkan aku tentang waktu mustajab ini."
Sungguh hatiku teriris-iris melihat sikap putriku kepadaku... Akupun pergi ke kamarku dan tidur. Aku tidak merasa dan tidak terjaga kecuali saat aku mendengar lantunan ayat kursi dan surat Al-Fatihah yang dibaca oleh putriku dengan suaranya yang merdu dan lembut…aku merasakan ketentaraman…aku merasakan kekuatan…aku merasakan semangat yang lebih banyak. Sudah sering kali aku memintanya untuk membacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas kepadaku jika aku tidak bisa tidur karena rasa sakit yang parah…akupun memanggilnya untuk membacakan al-Qur'an untukku.Sebulan kemudian –setelah menggunakan obat-obatan kimia- akupun kembali periksa di rumah sakit. Para dokter mengabarkan kepadaku bahwa saat ini aku sudah tidak membutuhkan lagi obat-obatan kimia tersebut, dan kondisiku telah semakin membaik. Akupun menangis karena saking gembiranya mendengar hal ini. Dan dokter marah kepadaku karena aku telah mencukur rambutku dan ia mengingatkan aku bahwasanya aku harus kuat dan beriman kepada Allah serta yakin bahwasanya kesembuhan ada di tangan Allah.Lalu aku kembali ke rumah dengan sangat gembira…dengan perasaan sangat penuh pengharapan…putriku Mayaa' tertawa karena kebahagiaan dan kegembiraanku. Ia berkata kepadaku di mobil, "Mama…dokter itu tidak ngerti apa-apa, Robku yang mengetahui segala-galanya". Aku berkata, "Maksudmu?". Ia berkata, "Aku mendengar papa berbicara dengan sahabatnya di HP, papa berkata padanya bahwasanya keuntungan toko bulan ini seluruhnya ia berikan kepada yayasan sosial panti asuhan agar Allah menyembuhkan uminya Mayaa". Akupun menangis mendengar tuturannya…karena keuntungan toko tidak kurang dari 200 ribu real (sekitar 500 juta rupiah), dan terkadang lebih dari itu.
Sekarang kondisiku –Alhamdulillah- terus membaik, pertama karena karunia Allah, kemudian karena kuatnya Mayaa putriku yang telah membantuku dalam perjuangan melawan penyakit kanker yang sangat buruk ini. Ia telah mengingatkan aku kepada Allah dan bahwasanya kesembuhan di tangan-Nya…sebagaimana aku tidak lupa dengan jasa suamiku yang mulia yang telah bersedekah secara diam-diam tanpa mengabariku yang merupakan sebab berkurangnya rasa sakit yang aku rasakan.Aku berdoa kepada Allah agar menyegerakan kesembuhanku dan juga bagi setiap lelaki atau wanita yang terkena penyakit kanker. Sungguh kami menghadapi rasa sakit yang pedih yang merusak tubuh kami dan juga jiwa kami…akan tetapi rahmat Allah dan karuniaNya lebih besar dan lebih luas sebelum dan susudahnya"
(Diterjemahkan oleh Firanda Andirja, semoga Allah menyegerakan kesembuhan bagi ukhti 'Abiir) (www.firanda.com)

Rabu, 09 Oktober 2013

Balasan Sesuai Dengan Perbuatan


KISAH ANAK DURHAKA YANG MEMUKULI AYAHNYA

Di sebuah jalan raya, terlihat ada seorang pemuda belia, berkulit coklat, berotot kuat, di tangannya sebuah tongkat keras, yang dia gunakan untuk memukuli seorang laki-laki tua yang telah berusia enam puluh tahun. Orang tua itu berbadan kurus, diam tidak mengaduhkan pukulan tersebut. Orang-orang di sekitarnya berkerumun melihat mereka berdua, bermaksud hendak membebaskannya. Salah seorang dari mereka berkata kepada pemuda itu, “Mengapa kamu memukuli orang tua malang ini? Tidakkah kamu takut kepada Allah?” Orang yang lain berkata, “Apa yang telah diperbuatnya sehingga kamu memukulinya dengan keras seperti ini?”

Akan tetapi pemuda itu terus memukuli orang tua tersebut dan tidak menoleh sedikit pun kepada mereka. Orang yang lain lagi berkata, “Tidakkah kamu takut kalau ada seseorang yang memukuli ayahmu seperti ini?”

Kemudian orang (yang terakhir) itu menoleh kepada orang-orang di sekitarnya dan mengatakan kepada mereka, “Kalian harus mengadukan pemuda ini kepada ayahnya, barangkali dia akan menegur dan memarahinya. Siapa yang mengetahui ayah dari pemuda yang kejam ini?”

Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang terlihat memiliki wibawa dan kehormatan. Dia berkata dengan tenang, “Aku tahu pemuda ini, dan aku tahu siapa ayahnya. Sesungguhnya pemuda itu sedang memukuli ayahnya. Orang tua malang yang dipukulinya ini adalah ayahnya sendiri.” Mendengar hal itu orang-orang tercengang, raut wajah mereka berubah karena keterheranan yang amat sangat.

Sungguh aneh, bagaimana mungkin ada seorang anak yang memukuli ayahnya sendiri dengan kejam seperti ini? Mereka pun menyerang pemuda itu dan membebaskan sang ayah dari pukulan anaknya. Namun sambil terengah-engah, ayahnya berkata, “Biarkan aku, sungguh Allah Ta’ala telah membalasku. Dahulu ketika aku masih muda, aku pernah memukuli ayahku sama seperti ini, hanya karena dia meminta sebagian uang dariku.” Orang-orang merasa takjub karena keadilan Allah Ta’ala. Allah berfirman,artinya, ”Dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya).” (Fushshilat: 46). ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 130-131.)

Sumber : “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga”, Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi, Pustaka Darul Haq

Sabtu, 05 Oktober 2013

Keutamaan Awal Bulan Dzul Hijjah

"Akhi Ukhti...
Hari ini tanggal berapa yaa?"
Yang jelas, kalau menurut kalender masehi (baca kristen) 5 oktober 2013, namun menurut kalender Hijriyah (baca Islam) 29 Dzul Qa'dah 1434 H.
Bisa jadi besok tanggal 1 Dzul Hijjah, kalau Hilal terlihat sore ini...
"Iyaa, emangnya kenapa, kalau besok tgl 1 Dzul Hijjah?"
Itulah yang jadi masalah, banyak dari kita yang sudah tidak lagi   menghiraukan kalender Islam, padahal ibadah-ibadah itu dikaitkan dengannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang keutamaan 10 hari awal Dzul Hijjah :
(( ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺃَﺣَﺐُّ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡِ .« ﻳَﻌْﻨِﻰ ﺃَﻳَّﺎﻡَ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ . ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻻَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ » ﻭَﻻَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻻَّ ﺭَﺟُﻞٌ ﺧَﺮَﺝَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻣَﺎﻟِﻪِ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻊْ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺸَﻰْﺀٍ ))
“Tdk ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah,.).”
 
Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fisabilillah?"
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali.” {HR. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi}
Jadi, insyaAllah, mulai besok/lusa, hari-hari itu dimulai, maka jangan disia-siakan!
 
"Apa saja amalan yang seharusnya dilakukan???"
Ya, semua amal shaleh... shalat sunnah diperbanyak.
- Shalat sunnah, dhuhur yang biasa 4 rakaat jadikan 8 atau10 (+ qabliah ba'diah)
- Puasa sunnah, bagi yang belum bayar hutang ramadhan, mulai besok puasa!
- Baca Qur'an, yang belum khatam Ramadhan, besok digenjot lagi.
- Shilaturrahim, khususnya ama ortu, kalaupun harus mudik ga apa-apa!
- Sedekah...
- Dan yang paling mudah adalah banyak-banyak berdzikir (tahmid, takbir, tahlil) Dll

Puncaknya adalah tgl 9 Dzul Hijjah (hari Arafah) tatkala para jemaah haji kumpul di padang Arafah, jangan lupa untuk berpuasa, karena, ada harapan diampuni dosa 2 tahun (HR. Ahmad &Muslim)
Dan juga pada tgl 10, ada ibadah Qurban, ibadah yang tidak ada dibulan-bulan lainnya
Bagi yang ingin berkurban, ada syariatnya yangharus dijaga sejak terlihatnya Dzul Hijjah:
 
Tidak boleh memotong kuku dan rambutnya sampai hewan qurbannya disembelih.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
ﺇﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻢ ﻫﻼﻝ ﺫﻱ ﺍﻟﺤﺠﺔ ﻭﺃﺭﺍﺩ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺃﻥ ﻳﻀّﺤﻲ ﻓﻼ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﻭﻻ ﻣﻦ ﺃﻇﻔﺎﺭﻩ ﺣﺘﻰ ﻳﻀﺤﻲ
"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dr (memotong) rambut dan kukunya sehingga hewan qurbannya disembilih". (HR Muslim).
Mungkin sebagianakan berbicara, lhokok baru dengarya?
Tapi hadits ini shohih, dan begitulah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan dan ingatlah orang yang sedang berihram untuk umroh atau haji juga tidak boleh potongkuku dan rambutnya, kalaupun kita yang belum bisa umrah, paling tidak dapat merasakan seperti mereka.

Selamat mengamalkan!
Ditulis oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Hasan Basalamah MA ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ